Thursday, October 16, 2025
HomeMetroLahan Proyek Pengelolaan Sampah Energi Listrik Makassar Bermasalah ?

Lahan Proyek Pengelolaan Sampah Energi Listrik Makassar Bermasalah ?

Panritanews.com | Lahan Gran Eterno yang ditunjuk sebagai lokasi proyek Pengelolaan Sampah Energi Listrik (PSEL) di Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar masih dalam tahap pembangunan. Oleh karena itu, Pemkot Makassar diminta membatalkan seluruh proses kontrak.

“Yang ditunjuk ini adalah lahan bermasalah (Gran Eterno). Artinya seluruh proses kontrak juga cacat secara administratif,” ujar Direktur Laksus Muhammad Ansar, Jumat (28/06/2024).

Menurut Ansar, sebaiknya kontrak dibatalkan. Jika proses ini tetap dipaksakan, sama halnya telah melanggar norma hukum.

“Dan itu pasti akan diterapkan hukum. Bukan hanya investor, Pemkot Makassar dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup (DLH) akan menjadi pihak yang paling bertanggung jawab. Jadi sekali lagi saya ingat, kontrak harus segera dibatalkan,” tandas Ansar.

Ansar mengaku akan melaporkan kasus ini ke penegak hukum jika kontrak proyek PSEL tetap berlanjut. Ia juga menilai, ada proses yang dipaksakan dari awal.

Menurut Ansar, proses itu terjadi karena terindikasi adanya deal-deal di bawah tangan. Katanya, di sinilah berpotensi terjadi pelanggaran kontrak.

Salah satu pemilik lahan di Gran Eterno, Herman Budianto kembali mengambil langkah hukum taktis dalam rangka mengejar hak-haknya atas lahan yang sampai saat ini masih terabaikan.

Kali ini, Herman Budianto melimpahkan kewenangan administrasinya kepada Kepala Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) Kota Makassar atas terbitnya Sertifikat Hak Guna Bangunan di atas lahan Gran Eterno.

Menurut dia, surat keberatan tersebut telah diterima secara resmi oleh pihak Kantor Pertanahan Kota Makassar pada hari Jumat 20 Juni 2024, pekan lalu.

“Dalam surat keberatan itu, kami memohon kepada BPN Makassar agar mencabut dan membatalkan berlakunya Sertipikat HGB 24 tersebut,” ujar Herman.

Menurut Herman, salah satu poin alasan keberatan yang diajukan ke BPN Makassar adalah tidak adanya akuntabilitas dan tidak transparannya seluruh proses sebagaimana dimaksud dalam AUPB. Padahal, kata Herman, pihak penyidik ​​Polda Sulsel telah melakukan blokir atas sertpikiat Gran Eterno tersebut.

“Pihak terkait sebaiknya duduk bersama kami dan menyelesaikan secara jujur ​​dan benar tentang apa yang sebenarnya terjadi di lahan Gran Eterno dan mengapa lahan tersebut begitu penting untuk dijadikan lokasi proyek pembangunan PSEL,” imbuh Herman.

Herman mengatakan, pihaknya khawatir bila polemik mengenai lahan Gran Eterno itu akan menjadi ledakan waktu yang setiap saat bisa meledak hingga merugikan pihak-pihak terkait. Itulah sebabnya, katanya, masalah tersebut dibahas secara baik-baik oleh pihak proyek PSEL, pihak pemerintah, investor, dan semua pihak yang menerima dampak langsung atas keberadaan proyek yang sedang digalakkan oleh Pemerintah Kota Makassar tersebut.

“Jangan sampai kelak proyek PSEL akan diangap hanya karena mengejar deadline sehingga merugikan dan mengorbankan hak-hak warga khususnya pemilik lahan dan warga sekitar,” imbuh Herman.

Lebih jauh Herman menjelaskan, bahwa awalnya lahan Gran Eterni digunakan oleh PT Kijang Perdana sebagai show room sekaligus sebagai tempat produksi furnitur. PT Kijang Perdana kemudian mendapatkan fasilitas kredit dari PT Bank Negara Indonesia (BNI), dengan menjamin aset pribadi dari Herman Budianto yaitu lahan Gran Eterno.

Menurut Herman, belakangan PT Kijang Perdana dinyatakan pailit. Tapi, katanya, meski ditetapkan sebagai sertifikat hak tanggungan, akan tetapi ternyata lahan Gran Eterno belum pernah diterima sebagai aset PT Kijang Perana oleh pemiliknya termasuk Herman Budianto, sehingga menimbulkan kisruh sampai saat ini.

Herman Menyarankan Laporan BNI dan Kurator

Direktur Laksus Muhammad Ansar menyarankan pemilik lahan, Herman melakukan pelaporan dan pengaduan ke OJK terkait tindakan Bank BNI dan kurator yang tidak sesuai prosedur. Kedua, yang bersangkutan juga dapat melakukan gugatan perdata ke PTUN terkait pembatalan keputusan cessie BNI.

“Laporkan ke Kejaksaan Tinggi Sulsel terkait dugaan proses pengembalian nama sertifikat dari PT. MEGAH UTAMA ENERGI ke PT. KAWAS HIJAU INDUSTRI yang melanggar hukum,” ucap Ansar.

Proses pengajuan cessie ke PT. Megah Utama Energi dilakukan pada 16 April 2004, pada saat yang sama di keluarkan roya dari Bank BNI, sorenya di lakukan AJB dari PT MUE ke PT. KHI melalui notaris Lieke Tunggal. Setelah itu, 17 April sudah terbit kembali nama sertifikatnya ke atas nama PT KHI.

Atas proses yang terjadi ini, dipastikan terjadinya kesalahan prosedur dan pelanggaran hukum, yaitu kelalaian notaris atas AJB tersebut tanpa melengkapi dokumen RUPS dari PT. MEU atas penjualan aset ke PT. KHI, juga tanpa bukti pembayaran pajak transaksi PPN di karenakan AJB ini terjadi antara badan usaha dengan badan usaha, wajib ada PPN dan BA RUPS.

“Jadi sudah pasti terjadi pelanggaran prosedur atas proses pengembalian nama karena tanpa melalui pembayaran pajak daerah maupun PPH penjual yang mana hal ini wajib ditetapkan oleh Bapenda sebelum dilakukan pengembalian nama di BPN,” jelasnya.

(Adr)

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments